Agen Sabung Ayam Online – Alasan Judi Sabung Ayam Online Indonesia Tak Bisa Hilang. Apakah tradisi sabung ayam di Indonesia bisa ditiadakan atau dihilangkan? Kami pikir hal itu tak mungkin terjadi karena sejarah budaya sabung ayam di indonesi sudah lama melekat selama berabad – abad. Usia dari sabung ayam nyaris setua usia pembentukan masyarakat di pulau – pulau Nusantara. Mulai dari Jawa, Sumatera, Bali, hingga Sulawesi memiliki kisah tentang sabung ayam. Hal ini menegaskan kalau sabung ayam merupakan sebuah budaya Indonesia yang sudah sepatutnya dilestarikan, bukan malah dihilangkan.

Alasan Judi Sabung Ayam Online Indonesia Tak Bisa Hilang

Mungkin sejarah sabung ayam di Indonesia sangat berbeda dengan yang berada di New York. Ada sebuah berita mengenai terbongkarnya rumah judi sabung ayam di New York yang menggegerkan para pecinta hewan. Banyak orang berpendapat kalau sudah saatnya menghentikan aksi kekerasan terhadap binatang di zaman modern ini. Walikota New York saja mengeluarkan kebijakan untuk menghapus kereta kuda di Central Park, apalagi untuk sabung ayam yang benar – benar menyiksa hewan. Mungkin di New York, sabung ayam hanya digunakan untuk sarana judi, tak ada maksud lain.

Untuk memahami sabung ayam di Indonesia, mungkin perlu dicermati antara murni taruhan atau bagian tradisi agama? Di beberapa acara ritual, sabung ayam memang harus diselenggarakan. Apakah perkembangan zaman bisa menghapus upacara tersebut, itu tergantung sejauh mana kebijakan dari pemuka agamanya.

Budaya sabung ayam di Indonesia sudah ada lebih ddulu dari sebelum kita lahir. Dan inilah yang menjadi alasan utama kenapa tradisi sabung ayam di Indonesia sangat terkenal. Mungkin akan lebih jelas jika kita mengetahui sejarah sabung ayam Indonesia supaya bisa memahaminya. Dan sejarah sabung ayam Indonesia pada dasarnya berbeda – beda di tiap daerah / kota di Indonesia

1. Sabung Ayam Indonesia di daerah Jawa

Di daerah Jawa, sabung ayam berasal dari cerita rakyat Cindelaras yang memiliki ayam aduan sakti dan ia diundang oleh raja Jenggala, Raden Putra untuk mengadu ayamnya.

Kalau ayam aduan Cindelaras kalah, maka ia bersedia kalau kepalanya dipancung, tetapi jika ayam jagoannya menang, maka setengah dari kekayaan Raden Putra aka menjadi milik Cindelaras. Kemudian dua ekor ayam itu bertarung dengan hebat dan gagah berani. Tapi dalam waktu singkat, ayam milik Cindelaras berhasil menaklukkan ayam aduan sang Raja.

Pada akhirnya sang raja mengakui kehebatan dari ayam Cindelaras dan mengetahui kalau Cindelaras tidak lain adalah putranya sendiri. Cindelaras lahir dari permaisuri sang raja yang terbuang akibat rasa iri dan dengki sang selir.

Secara sejarah yang nyata, sabung ayam memegang peranan dalam pembentukan kerajaan Jawa. Sabung ayam telah menjadi sebuah peristiwa politik di masa lampau terkait Singosari.

Dikisahkan sedang terjadi pergelaran sabung ayam di kerajaan Singosari. Peraturannya adalah siapapun yang akan masuk ke dalam arena sabung ayam dilarang untuk membawa senjata / keris.

Sebelum Anusapati pergi ke arena sabung ayam, Ken Dedes (Ibu dari Anusapati) menasehati anaknya supaya jangan melepas keris pusakanya jika ingin menyaksikan sabung ayam yang diadakan di Istana, tetapi sesaat sabung ayam belum dilakukan, Anusapati terpaksa melepaskan keris pusakanya karena desakan Tohjaya dan Pranajaya.

Saat itu terjadi kekacauan dan pada akhirnya peristiwa yang dikhawatirkan Ken Dedes terjadi. Kekacauan itu merengut nyawa Anusapati di arena sabung ayam karena dibunuh adiknya Tohjaya, ia tertusuk keris pusakanya sendiri.

Anusapati merupakan kakak dari Tohjaya dengan Ibu Ken Dedes serta Bapak Tunggul Ametung, sedangkan Tohjaya merupakan anak dari Ken Arok dengan Ken Umang. Baca juga : 10 Jenis Ayam Suro, Ciri Khas, dan Daya Magisnya + Gambar!

2. Sabung Ayam Indonesia di daerah Bali

Sabung ayam di Bali disebut dengan Tajen. Nama ini berasal dari tabuh rah, salah satu yadnya (upacara) yang ada dalam masyarakat Hindu di Bali. Tujuannya sangat mulia, yaitu mengharmoniskan hubungan antara manusia dengan bhuana agung. Yadnya ini bagian dari upacara yang sarananya memakai binatang kurban seperti itik, ayam, babi, kerbau, atau berbagai jenis hewan peliharaan lainnya. Persembahan dilakukan dengan cara nyambleh ( leher hewan kurban dipotong setelah dimanterai ).

Tradisi ini ada sudah sejak lama, bahkan sejak zaman Majapahit. Kala itu memakai istilah ‘menetak gulu ayam’. Pada akhirnya tabuh rah merembet ke daerah Bali yang bermula dari pelarian orang – orang Majapahit, sekitar tahun 1200. Tabuh rah yang sering diselenggarakan di dalam rangkaian upacara Butha Yad nya juga banyak disebut dalam berbagai lontar.

Sebuah lontar yang memuat tenang sabung ayam ada di dalam lontar Yadnya Prakerti. Yaitu, pada waktu hari raya akan diadakan pertarungan suci misalnya di bulan kesanga patutlah mengadakan pertarungan ayam 3 sehet dengan kelengkapan upakara. Bukti tabuh rah adalah rangkaian di dalam upacara Bhuta Yadnya di daerah Bali sejak zaman purba juga didasarkan dari Prasasti Batur Abang I pada tahun 933 Saka dan Prasati Batuan pada tahun 944 Saka.

Baca Juga :

3. Sabung Ayam Indonesia di daerah Bugis

Menurut M Farid W Makkulau, Manu’ ( Bugis ) atau Jangang ( Makassar ) yang berarti ayam, adalah kata yang sangat lekat di dalam kehidupan masyarakat Bugis Makassar.

Gilbert Hamonic menyebutkan kalau kultur bugis sangat kental dengan mitologi ayam. Sampai Raja Gowa XVI, I Mallombasi Daeng Mattawang Sultan Hasanuddin, diberi gelar ‘Haaantjes van het Oosten’ yang berarti ‘Ayam Jantan dari Timur’.

Dalam kitab La Galigo diceritakan kalau tokoh utamanya, Sawerigading, gemar menyabung ayam. Dulu, orang tidak disebut sebagai pemberani (to-barani) kalau tidak memiliki kebiasaan minum arak judi (abbotoro’), (angnginung ballo), dan massaung manu’ (adu ayam).

Untuk menyatakan keberanian seseorang, biasanya dibandingkan ataupun diasosiasikan dengan ayam jantan yang paling berani di kampungnya (di negerinya). Seperti Buleng–bulengna Mangasa, Barumbunna Pa’la’lakkang, Buluarana Teko, Korona Mannongkoki, Bakka Lolona Sawitto, Campagana Ilagaruda (Galesong), dan lain sebagainya.

Hal yang sangat penting dan belum banyak diungkap di dalam buku sejarah adalah fakta bahwa awal konflik dan juga perang antara dua negara adikuasa penguasa dari semenanjung barat dan timur jazirah Sulawesi Selatan, yaitu Kerajaan Gowa dan Bone diawali dengan ‘Massaung Manu’. (Jangang Ejana Gowa vs Manu Bakkana Bone).

Pada tahun 1562, Raja Gowa X, I Mariogau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tunipalangga Ulaweng ( 1548–1565 ) mengadakan kunjungan resminya ke Kerajaan Bone dan disambut sebagai tamu negara. Kedatangan tamu negara itu dimeriahkan dengan acara “massaung manu”.

Oleh Raja Gowa, Daeng Bonto mengajak sang Raja Bone La Tenrirawe Bongkange bertaruh dalam sabung ayam. Taruhan Raja Gowa sebesar 100 katie emas, sedangkan Raja Bone sendiri mempertaruhkan segenap orang Panyula (satu kampung). Sabung ayam di antara dua raja penguasa semenanjung barat dan timur ini bukanlah sabung ayam yang biasa saja, melainkan pertandingan kharisma dan kesaktian. Alhasil, Ayam sabungan Gowa yang memiliki warna merah (Jangang Ejana Gowa) mati terbunuh oleh ayam sabung Bone (Manu Bakkana Bone).

Kematian dari ayam sabungan Raja Gowa menjadi fenomena kekalahan kharisma dan kesaktian kharisma Raja Gowa oleh Raja Bone, sehingga Raja Gowa Daeng Bonto merasa sangat terpukul dan malu. Oleh Kerajaan Gowa tragedi ini dipandang sebagai peristiwa siri .

Demikianlah artikel mengenai Alasan Kenapa Sabung Ayam di Indonesia Tidak Bisa Hilang walaupun sudah berabad – abad dan sampai sekarang masih banyak dilakukan oleh masyarakat walaupun banyak yang menganggap sabung ayam sebagai salah satu penyiksaan hewan. Salam hobi ayam laga.

 

Dapatkan Promo – Promo menarik dari LION303

LIVECHAT